Dokter Gigi dan Poligami (1)
Tinggal di negeri orang yang tentunya jauh dari keluarga, bukan menjadi alasan bagi kita untuk mengabaikan kesehatan tubuh kita. Makan yang cukup dan tepat waktu serta olahraga rutin adalah salah satu langkah menjaga kesehatan diri. Kedua hal ini tidak begitu susah kujalani, sebab sudah sejak 6,5 tahun yang lalu aku merantau ke kota Surabaya untuk kuliah dan tentu saja tinggal di kost yang jauh dari kampung halaman.
Sejak kecil orang tua sudah membiasakan kami untuk makan teratur (sarapan, makan siang, dan makan malam). Jadi karena sudah kebiasaan, aku terbiasa makan teratur saat tinggal di Surabaya, bahkan sampai sekarang di Taipei. Untuk sarapan praktis di Taipei biasanya aku beli onigiri ikan, nasi kepal isi sayuran, atau kalau mau agak kreatif dan ada sedikit waktu luang bisa mengolah roti tawar di dapur.
Nasi kepal isi sayuran |
Onigiri ikan |
Roti dan telur |
Selain makan teratur, olahraga rutin juga penting untuk menjaga kesehatan. Kalau saat masih sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA selalu ada pelajaran olahraga seminggu sekali, maka saat kuliah (kecuali di jurusan Pendidikan Jasmani) sudah tidak ada lagi mata kuliah olahraga. Saat itulah olahraga rutin menjadi kebutuhan untuk mahasiswa yang sadar akan pentingnya kesehatan tubuh. Untunglah aku bukan termasuk mahasiswa yang hanya 'olahraga jari' di kamar kost seharian saat waktu luang (baca nge-game atau stalking akun medsos-nya mantan π ). Jadi intinya aku sudah terbiasa menjaga pola makan dan olahraga meskipun cuma sekali seminggu.
Salah satu tempat olahraga, stadion NTU |
Namun ada satu hal yang terlewat, terkait menjaga kesehatan gigi. Yap, menjaga kesehatan gigi juga penting diperhatikan. Kita sering melihat iklan-iklan di televisi supaya memeriksakan gigi kita setiap 6 bulan sekali ke dokter gigi. Hmm... hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. Terakhir kali aku ke dokter gigi adalah saat aku kelas XI SMA. Itupun terpaksa karena aku harus 'memperbaiki' 2 gigi gerahamku yang berlubang. Ini akibat malas gosok gigi sebelum tidur waktu itu, yang penting sikat gigi sudah nempel di gigi dan terlihat berbusa, terus kumur-kumur, sudah deh, selesai. tidak menghayati filosofi gosok gigi yang sesungguhnya. (π syeet dah...). Singkat kata, sepulang dari dokter gigi rasanya sakit banget. Sejak saat itu rasanya sudah kapok ke dokter gigi lagi dan berharap gigiku gak ada yang bermasalah lagi. Apalagi ongkosnya juga tidak murah. Aku mulai rajin gosok gigi sebelum tidur sejak saat itu. Saat mulai nge-kost di Surabaya tahun 2010 sampai sekarang pun, rasanya seperti ada sesuatu yang kurang kalau aku belum gosok gigi sebelum tidur.
* * *
Saat itu aku sedang makan di kamar, ternyata tambalan gigi 8 tahun yang lalu lepas dan gigi gerahamku pecah. Wah, ternyata reliability-nya tambalan gigi itu sekitar 8 tahun. Maklum juga selama itu tidak pernah periksa lagi ke dokter gigi. Ya memang tidak sakit, tapi setiap kali selesai makan pasti ada sesuatu yang masih 'bermukim' di sana. Dan tusuk gigi selalu jadi penyelamatku di manapun aku makan. Alhasil karena tidak nyaman, aku mulai berpikir untuk memperbaiki gigiku. Aku teringat bahwa aku punya kartu Taiwan Sehat #eh salah... kartu NHI, semacam kartu asuransi kesehatan. Saat kami baru pertama kali datang di kampus Taiwan Tech, sudah dinformasikan bahwa setiap mahasiswa yang telah stay minimal 6 bulan berturut-turut di Taiwan bisa apply NHI (National Health Insurance). Saat Spring 2016 kami mengurus NHI dan selesai beberapa hari kemudian. Biayanya adalah NT$ 4.494 atau sekitar Rp 1.930.541 per 6 bulan (Rp 321.756 per bulan). Singkat kata, ada informasi dari senior bahwa kita bisa gunakan NHI untuk periksa gigi. Daripada bayar NHI rutin tiap semester tapi gak dimanfaatkan, kan juga rugi. Saat itu aku sudah membayar NHI untuk kedua kalinya. Baiklah, saatnya memanfaatkan asuransi ini dan menjajal kesaktian kartu NHI, apakah sesakti Kartu Indonesia Sehat?
Kartu NHI |
Dari rekomendasi seniorku di kampus, ada klinik dokter gigi yang nyaman banget, yaitu Joydent Clinic yang terletak di No 87, Lin Sen Rd., 234 Yonghe, Taiwan. Klinik ini berada sekitar 2,1 km dari kampus Taiwan Tech, dan bisa ditempuh dengan bersepeda atau naik bus 207, 275, 672, atau Dunhua Main Line (biaya bus sekitar NT$ 12). Dari depan klinik sudah nampak kesan yang nyaman, apalagi saat sudah masuk ke dalamnya. Di ruang tunggu ada sofa berbentuk L dengan meja di tengahnya, ada rak dengan berbagai bacaan dan aksesoris lain, ada TV, drinking water fountain, tempat sampah, tempat payung, dan tentu saja meja resepsionis. Ada berbagai macam sertifikat milik dr. Lin yang dipajang di dinding. Antara ruang tunggu dengan ruang pemeriksaan gigi pasien hanya dibatasi sekat dinding kayu yang tidak menutup sampai ke langit-langit atas. Meskipun klinik ini tidak terlalu besar, namun kita benar-benar bisa merasa nyaman saat periksa gigi di sini.
Rak buku dan dinding yang penuh dengan pajangan sertifikat dr. Lin |
Sekat pembatas ruang tunggu dengan ruang pemeriksaan, TV, dan drinking water fountain |
Oh iya, pertama kali aku kesana pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2016. Aku kesana bersama 5 orang teman dari kampus. Dan hanya aku yang laki-laki π. Apa boleh buat, aku tetap berangkat, daripada ke sana sendirian. Oke, sampai di sana, kami disambut ramah oleh seorang perempuan muda, sepertinya asisten dokter gigi. Syukurlah dia lancar berbahasa Inggris. Setelah cas cis cus, dia minta kami mengisi sebuah form untuk identitas pasien dan dia meminjam kartu NHI kami. Dan secara 'ajaib' kartu NHI bisa langsung digunakan (tanpa perlu ribet kayak kartu asuransi sejenis di negeri sendiri). Dari kami berenam, hanya 2 orang yang kartunya bermasalah sehingga tidak bisa digunakan, mungkin karena setelah daftar NHI mereka tidak stay di Taiwan untuk waktu tertentu. Ada yang filling gigi berlubangnya dan ada yang scaling (membersihkan karang gigi). Dan aku termasuk yang scaling, karena baru pertama kali gigiku diperiksa di sana.
Gigiku (maap ye ane sensor) * * * |
Tibalah giliranku untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Aku diminta berbaring di kursi khusus untuk pasien gigi dengan monitor di depan yang menampilkan gambar gigiku setelah di-scan, dan ada lampu kecil di atasku. Ada semacam drinking water fountain kecil yang di sebelah kiri dan berbagai 'peralatan tempur' sang dokter di sebelah kanan. Okelah aku pasrah saja. Sambil dipersiapkan peralatannya, asisten dokter yang fasih berbahasa Inggris tadi memulai obrolan denganku.
"Hafi, are you muslim?" (di sini ak panggil Hafi [tanpa akhiran 'd'], entah sama asisten dokter, dokter giginya, profesorku di kampus, bahkan teman lab yang Taiwanese juga begitu π).
"Yes", jawabku. Mungkin karena aku ke sana dengan semua teman-teman perempuan yang berhijab.
"Are they all your wife?" tanyanya lagi.
"No no no...", (Whaaaaaat??? π±, gumamku) "They just my friends, why do you think like that?", imbuhku.
Lalu dia menjelaskan bahwa dia beranggapan seorang muslim itu istrinya selalu banyak, lebih dari 1 (poligami). Dia juga bercerita tentang temannya yang juga seorang muslim. Kemudian aku jelaskan bahwa memang di Islam poligami itu diperbolehkan maksimal 4, tapi syaratnya sungguh berat salah satunya harus bisa adil kepada semua istri-istrinya.
Setelah ngobrol ngalor ngidul, akhirnya sang dokter menghampiriku dan mulai membersihkan karang gigiku. Akhirnya selesai juga scaling-nya setelah beberapa menit 'mesin pengebor' itu berputar di sekeliling gigiku. Tidak sakit dan rasanya ada sesuatu yang hilang dari gigiku (karang gigi maksudnya, hahaha...). Karena cukup banyak karang gigi yang harus dibersihkan, maka seminggu kemudian aku diminta untuk datang lagi. Sebelum pulang, kami mendapat oleh-oleh berupa sikat gigi dan pasta gigi Colgate (sudah pernah ditanyakan melalui email ke Colgate Taiwan bahwa produk Colgate yang dijual di Taiwan bebas dari bahan turunan hewan dan tidak mengandung alkohol). Udah scaling gigi gak bayar dan malah dikasih hadiah ini, rejeki anak sholih. hehehe... π
Hadiah dari Joydent Clinic |
Sepulang dari klinik, aku pun berpikir, apa itu yang ada di benak orang Taiwan tentang muslim, bahwa istri seorang muslim selalu lebih dari 1, (ya selain isu bahwa muslim identik dengan teroris dan mereka tidak makan babi)? Tapi ya unik juga, yang mereka bayangkan tentang poligaminya. Semoga Islam terus berkembang di Taiwan, informasi yang salah tentang Islam bisa diluruskan, dan keindahan Islam bisa dirasakan oleh masyarakat Taiwan yang tiap hari hanya disuguhi berita tentang ISIS.
(bersambung...)
(bersambung...)
Ditulis (sambil nunggu running program selesai) pada 7 Februari 2017
di Room 327-5, Dorm 1, Taiwan Tech
di Room 327-5, Dorm 1, Taiwan Tech
0 komentar: